Perikop ini merupakan kelanjutan dari perikop
sebelumnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa perikop sebelumnya dan perikop yang
kita baca ini memiliki hubungan sebab akibat. Artinya suatu peristiwa terjadi
karena disebabkan oleh peristiwa sebelumnya.
Perikop yang kita baca ini berisikan perjanjian
antara Laban dan Yakub. Lebih tepatnya perjanjian antara mertua dan menantu
laki-lakinya. Ada baiknya jika cerita ini dikisahkan dari awalnya, yakni sejak
pasal 30 dari kitab Kejadian.
Kita tahu
bersama bahwa awalnya Yakub melarikan diri dari kejaran Esau, kakaknya, oleh
karena ia menipu kakaknya dengan cara menukar hak kesulungan Esau dengan
semangkuk sup kacang merah. Ia kemudian pergi ke rumah pamannya, yakni Laban.
Di sana ia bekerja selama tujuh tahun dengan maksud untuk mendapatkan Rahel,
anak pamannya yang dicintainya. Namun oleh karena budaya pada waktu itu yang
tidak mengizinkan adik menikah lebih dahulu dari kakaknya, maka tanpa
sepengetahuan Yakub, maka Laban memberikan Lea, kakak dari Rahel. Setelah itu,
sesuai perjanjian dengan Laban, Yakub bekerja lagi selama tujuh tahun untuk
mendapatkan Rahel. Jadi, ada empat belas tahun Yakub bekerja ganda: untuk
mertuanya dan untuk keluarganya. Kemudian, dalam rangka hormatnya kepada
mertua, Yakub melanjutkan perjanjian dengan mertuanya untuk mendapatkan harta
kekayaan berupa ternak selama enam tahun. Total Yakub bekerja untuk mertuanya
selama 20 tahun!
Selama
tahun-tahun tersebut, Tuhan memberkati Yakub oleh karena ia bekerja dengan
setulus hati dan bermaksud baik. Walaupun sebenarnya ia sedang diperdaya oleh
mertuanya. Mertuanya tahu bahwa di dalam pengaturan Yakub, harta kekayaannya
meningkat pesat. Oleh karena itu Laban berkeinginan untuk menahan Yakub bekerja
untuknya selama mungkin.
Enam tahun
terakhir, ketika kesepakatan pembagian ternak sudah dibicarakan antara Yakub
dan Laban, maka tampaklah bahwa kekayaan milik Yakub bertambah banyak dibanding
dengan kekayaan mertuanya. Akibat hal ini maka ipar-ipar Yakub menjadi iri,
jangan-jangan Yakub akan mengambil alih segala harta kekayaan milik keluarga
Laban.
Perilaku
tersebut diketahui oleh Yakub. Merasa terancam, Yakub berbicara dengan Lea dan
Rahel, untuk segera pergi meninggalkan “penginapan
mertua indah.” Pikir Yakub, seindah-indahnya rumah mertua, dari pada hidup
dalam iri hati dengan ipar-iparnya, lebih baik hidup sederhana bersama istri
dan anak-anaknya. Akhirnya Yakub memutuskan untuk pulang kampung.
Dalam
persiapan keberangkatan, Rahel mencuri jimat sesembahan milik ayahnya. Agaknya,
selama bertahun-tahun hidup dengan Yakub, ia menyadari bahwa selama ini yang
dilakukan ayahnya tidaklah benar. Ia mengetahui bahwa suaminya hidup beribadah
kepada Allah yang hidup, bukan pada benda-benda mati, seperti jimat ayahnya.
Hal ini dilakukan Rahel tanpa sepengetahuan suaminya. Kemudian mereka pergi
namun secara diam-diam, tanpa sepengetahuan Laban. Berangkat dengan membawa
semua harta milik mereka.
Tiga hari
setelah kepergian menantu dan anak-anaknya, Laban mengejar mereka. Seteah satu
minggu berlalu, barulah Laban menemukan rombongan menantunya itu. Laban
marah-marah sebab Yakub pergi tanpa pamit. Akan tetapi yang lebih membuat emosi
Laban meledak adalah jimat miliknya yang dicurigainya dibawa oleh Yakub. Lalu
Laban menggeledah semua barang milik Yakub.
Hal ini
membuat Yakub terhina. Ia merasa digeledah seperti seorang menggeledah
barang-barang miliknya yang dirampok. Yakub membela dirinya dengan menceritakan
berat perjuangannya bekerja untuk mertuanya. Tidak mudah bekerja selama dua
puluh tahun: 14 tahun untuk mendapatkan istri dan 6 tahun untuk mendapatkan
kekayaan. Bagi Yakub, tindakan penggeledahan itu bukan hanya untuk mencari
jimat, tapi lebih-lebih untuk memeriksa apakah ada barang-barang milik Laban
yang dibawa oleh Yakub.
Mendengar hal
tersebut, emosi Laban mereda dan kemudian diikuti oleh Yakub, sehingga konflik
antara mertua dan menantu yang berujung pada pertikaian menjadi berakhir. Lalu
mereka berdua mengikat suatu perjanjian yang berisi dua hal penting, yakni,
pertama, Yakub akan menjaga istri-istrinya yang adalah anak-anak dari Laban dan
anak-anaknya yang adalah cucu-cucu dari Laban; kedua, Yakub dan Laban akan
berada dalam hubungan yang damai dan tidak akan pernah keduanya bertemu dengan
maksud jahat. Perjanjian iti disaksikan oleh Allah dengan membuat mezbah
sebagai simbol kehadiran Allah.
Beberapa hal
yang dapat kita pelajari dari hubungan Yakub dan Laban adalah:
Pertama, sikap Laban sebagai mertua agaknya sudah keterlaluan,
yakni memanfaatkan tenaga menantunya. Hal ini disebabkan oleh batin Yakub yang
merasa lebih diperhitungkan sebagai anak buah/budak ketimbang sebagai menantu.
Kedua, sikap Yakub untuk memilih berpisah dengan mertuanya
merupakan suatu sikap kemandirian. Namun kelemahannya ialah ia tidak
mempercakapkan hal tersebut dengan mertuanya. Biar bagaimanapun Laban tetap
adalah mertuanya, ayah dari istrinya dan kakek dari anak-anaknya.
Ketiga, sikap Laban dan Yakub yang melakukan perdebatan merupakan
cermin bahwa komunikasi yang baik antara mertua dan menantu sangat diperlukan.
Ini untuk mencegah konflik yang berkepanjangan yang mungkin saja dapat berujung
pada pertikaian atau ketidakpedulian mertua terhadap menantu dan sebaliknya
menantu terhadap mertua. Dalam situasi ini yang sulit adalah posisi dari Lea
dan Rahel: mau memilih Yakub sebagai suami mereka atau memilih Laban sebagai
ayah mereka. Jadi hubungan mertua dan menantu harus didasarkan pada sikap “mari bicara” untuk memperjelas segala
kesalahpahaman yang dapat saja terjadi karena kurangnya komunikasi.
Keempat, sikap Laban dan Yakub yang mau berdamai merupakan sikap
seorang lelaki. Suatu sikap yang memikirkan masa depan mereka dan memahami
perasaan Lea, Rahel dan anak-anak mereka. Sampai di manapun hubungan antara
ayah dan anak, juga kakek dan menantu tidak dapat dipisahkan dengan cara
apapun. Ini juga menjadi pelajaran berharga, bahwa sikap jantan seorang
laki-laki bukanlah terletak pada prinsip “adu
otot” (siapa yang kuat dia yang menang). Kejantanan itu terletak pada
hikmat seseorang yang menjadi kepala suatu keluarga, yang bukan hanya
memikirkan dirinya tapi juga bagaimana mengusahakan baiknya hubungan di antara
anggota keluarga. Ini penting mengingat banyaknya keadaan keluarga masa kini
yang tidak saling memperhatikan satu dengan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar