Bacaan : Kejadian
13:1-18
Perikop ini merupakan cerita tentang paman dan
kemenakan. Kalau dikenakan seperti kita sekarang, Abram dan Lot masih terhitung
satu marga, sebab ayah dari Lot yakni Haran, adalah adik bungsu Abram. Haran
meninggal ketika Lot masih kecil dan kemudian diasuh oleh pamannya.
Kisah ini terjadi di tanah Negeb. Arti dari negeb adalah selatan. Jadi yang dimaksud
di sini adalah tempat yang arahnya dilihat dari tanah Mesir. Tanah Negeb
merupakan tanah yang letaknya di selatan tanah Mesir. Dikatakan pula bahwa
mereka menuju suatu tempat di antara Betel dan Ai.
Abram dan Lot selalu bersama-sama sejak ayah dari Lot
meninggal. Hal ini merupakan bentuk dari tanggung jawab Abram terhadap
kemenakannya. Jadi tanggung jawab pendidikan moral maupun kepribadian Lot ada
dalam tanggung jawab Abram. Itulah yang merupakan suatu kewajaran mengingat
arti dari nama Lot adalah “melindungi”.
Yang menarik
di sini adalah hubungan antara Abram dan Lot dalam hal milik kepunyaan ternyata
tidak menjadi persoalan. Benar bahwa Lot diasuh oleh Abram dan tentu saja ia
bekerja untuk Abram, tetapi Abram tetap memisahkan mana milik kepunyaannya dan
mana milik kemenakannya. Jadi Lot bekerja untuk Abram bukan asal bekerja,
tetapi ia mendapat bagian dari pekerjaannya itu sampai ia memiliki banyak harta
kekayaan. Bahkan dikatakan bahwa baik Abram maupun Lot, memiliki gembala dari
ternak mereka masing-masing. Jadi kedua paman dan kemenakan ini telah mencapai
taraf hidup yang mapan sejak mereka bersama-sama sampai pada kisah ini. Di sini
pula tidak nampak kecemburuan Abram ketika melihat perkembangan kekayaan Lot
dan atau sebaliknya, Lot tidak merasa iri terhadap pamannya. Kedua-duanya
berkembang bersama-sama dalam kesadaran penuh bahwa mereka berdua adalah
saudara bersaudara.
Masalah kemudian terjadi, bukan di antara
paman dan kemenakan, tetapi antara para gembala ternak masing-masing. Tentu
saja yang diperebutkan selain padang tempat makanan juga termasuk sumur-sumur
untuk minum kambing dan domba. Para gembala ini sampai-sampai berkelahi untuk
memberebutkan kebutuhan ternak masing-masing majikan. Tentu mereka tidak mau
dipecat dari pekerjaan mereka oleh karena tuan mereka mendapati kambing
dombanya kurus-kurus karena kurang makan dan minum.
Perilaku ini
tentu menimbulkan kegelisahan di antara para majikan, lebih-lebih Abram.
Sebagai paman dan tentunya lebih tua, ia tidak mau bermasalah dengan
kemenakannya sendiri. Di sisi lain Lot pun demikian. Sebagai kemenakan ia
menghormati pamannya seperti ayahnya sendiri; ia segan karena Abram telah
mengasuh dan merawatnya. Di sinilah letak kebijaksanaan Abram dan Lot. Mereka
benar-benar tahu menempatkan diri dan sadar pada statusnya masing-masing.
Jalan keluar
yang dipilih adalah mereka harus memisahkan diri. Inilah jalan yang terbaik.
Ibarat seorang anak yang berkeluarga bermaksud untuk berpisah dari orang tua
dan mertuanya. Maka demikianlah Abram dan Lot bersepakat untuk berpisah demi
kebaikan masing-masing. Berpisah untuk masa depan yang lebih baik.
Kisah
selanjutnya kemudian menentukan sikap Abram sebagai bapa orang beriman, yang
telah lama mengecap asam garam kehidupan. Di sisi lain, sikap Lot yang memilih
dataran rendah di pinggiran sungai Yordan tanpa memperhatikan faktor sosial
kemasyarakatan sekitar, mencerminkan sikap seorang muda yang mudah sekali
terpukau oleh pandangan mata. Abram tahu bahwa tempat yang dipilih Lot
merupakan tempat tersubur di wilayah itu. Tapi sebagai orang yang lebih
berpengalaman, Abram mendahulukan pilihan kemenakannya.
Jika
mencermatinya, maka perhitungan yang dikenakan Lot berdasar pada tanah yang
subur, banyak airnya. Akan tetapi Lot lupa, bahwa tanah yang seperti itu
diinginkan oleh banyak orang. Hal tersebut dapat saja menimbulkan perselisihan
bahkan perang. Hal ini jelas nyata pada perikop selanjutnya tentang peperangan
para raja sekitar Yordan, yang juga berdampak pada ditawannya Lot. Sedangkan
Abram memilih jalur lain. Ia memilih tanah padang yang kurang subur.
Perhitungannya, di samping ia bebas mengembangbiakkan ternak-ternaknya, ia
tidak akan diganggu oleh pihak lain yang juga menginginkan tanah tersebut. Jika
Lot akan berhadapan dengan manusia yang juga menginginkan tanah yang sama, maka
Abraham hanya akan berhadapan dengan tanah yang kurang subur. Kemungkinan
resiko pekerjaan dan persaingan sangat kecil dimiliki oleh Abram dibanding Lot.
Tambahan
lagi, di dataran Yordan bercampur segala macam bangsa dengan budaya dan agama
juga kepercayaan yang dapat saja menggoyahkan iman seseorang. Dapat dibayangkan
pua bagaimana Lot harus bertahan di tengah-tengah lingkungan orang yang tidak
mengenal TUHAN, Allah mereka. Sedangkan Abram, tidak akan banyak dipengaruhi
oleh orang-orang yang dapat menggoncang imannya. Perhitungan yang dimiliki
Abram sangatlah matang.
Kita belajar
dari peristiwa yang dialami Abram dan Lot. Kita belajar dari Lot, tentang
seorang yang mudah sekali terpukau dengan sesuatu hal yang tampaknya begitu
indah dipandang mata tapi sebenarnya dapat menjebak dan menjerumuskannya dalam
masalah dan lebih lagi menjauhkannya dari Tuhan. Istilahnya, kelihatan berhasil
lebih dulu, tapi gagal di kemudian hari. Kita tentu tahu bagaimana Lot
kehilangan semua harta bendanya karena Tuhan memunahkan Sodom dan Gomora.
Kita juga
belajar dari Abram, seorang yang penuh perhitungan dalam menentukan masa
depannya. Ia memperhitungkan resiko kerugian pekerjaannya. Ia juga
memperhitungkan hambatan yang akan dialaminya. Tentu saja sambil melihat dan
memanfaatkan peluang yang terbuka lebar di depannya. Ini yang disebut dengan
analisis K2PA (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman) atau SWOT dalam bahasa Inggrisnya. Artinya:
seberapa besar kekuatan yang dimilikinya, apa kelemahan-kelemahan hal yang akan
dilakukannya, apa peluang atau kesempatan yang terbuka di depannya, dan
seberapa besar ancaman yang akan menimpanya.
Analisis ini
penting untuk menentukan keberhasilan suatu pekerjaan. Jika kekuatan dan
peluangnya lebih besar dari kelemahan dan ancamannya, maka kemungkinan berhasil
akan terbuka lebar. Jika kelemahan dan ancamannya lebih besar dari kekuatan dan
peluangnya, maka resiko gagal akan lebih besar. Jika berimbang, maka
membutuhkan kepandaian dan hikmat untuk menentukan arah dan masa depan
pekerjaan. Dalam hal ini Abram berhasil karena ia tahu apa kekuatan dan peluang
usahanya, dan ia memperhitungkan kelemahan dan ancaman yang dihadapinya.
Oleh karena itu, mari kita berpikir dan berbuat
sesuatu dengan terlebih dahulu memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan
K2PA tadi. Ini penting, bukan hanya untuk menjamin masa depan kita, tetapi masa
depan anak dan cucu kita. Dengan demikian akan berlakulah Firman Tuhan, “…dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti
debu tanah banyaknya…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar