Minggu, 02 Oktober 2011

Renungan Alkitab Untuk Pria: PERBEDAAN ABRAM DAN LOT

Bacaan  : Kejadian 13:1-18

                Perikop ini merupakan cerita tentang paman dan kemenakan. Kalau dikenakan seperti kita sekarang, Abram dan Lot masih terhitung satu marga, sebab ayah dari Lot yakni Haran, adalah adik bungsu Abram. Haran meninggal ketika Lot masih kecil dan kemudian diasuh oleh pamannya.  
                Kisah ini terjadi di tanah Negeb. Arti dari negeb adalah selatan. Jadi yang dimaksud di sini adalah tempat yang arahnya dilihat dari tanah Mesir. Tanah Negeb merupakan tanah yang letaknya di selatan tanah Mesir. Dikatakan pula bahwa mereka menuju suatu tempat di antara Betel dan Ai.
                Abram dan Lot selalu bersama-sama sejak ayah dari Lot meninggal. Hal ini merupakan bentuk dari tanggung jawab Abram terhadap kemenakannya. Jadi tanggung jawab pendidikan moral maupun kepribadian Lot ada dalam tanggung jawab Abram. Itulah yang merupakan suatu kewajaran mengingat arti dari  nama Lot adalah “melindungi”.
Yang menarik di sini adalah hubungan antara Abram dan Lot dalam hal milik kepunyaan ternyata tidak menjadi persoalan. Benar bahwa Lot diasuh oleh Abram dan tentu saja ia bekerja untuk Abram, tetapi Abram tetap memisahkan mana milik kepunyaannya dan mana milik kemenakannya. Jadi Lot bekerja untuk Abram bukan asal bekerja, tetapi ia mendapat bagian dari pekerjaannya itu sampai ia memiliki banyak harta kekayaan. Bahkan dikatakan bahwa baik Abram maupun Lot, memiliki gembala dari ternak mereka masing-masing. Jadi kedua paman dan kemenakan ini telah mencapai taraf hidup yang mapan sejak mereka bersama-sama sampai pada kisah ini. Di sini pula tidak nampak kecemburuan Abram ketika melihat perkembangan kekayaan Lot dan atau sebaliknya, Lot tidak merasa iri terhadap pamannya. Kedua-duanya berkembang bersama-sama dalam kesadaran penuh bahwa mereka berdua adalah saudara bersaudara.
 Masalah kemudian terjadi, bukan di antara paman dan kemenakan, tetapi antara para gembala ternak masing-masing. Tentu saja yang diperebutkan selain padang tempat makanan juga termasuk sumur-sumur untuk minum kambing dan domba. Para gembala ini sampai-sampai berkelahi untuk memberebutkan kebutuhan ternak masing-masing majikan. Tentu mereka tidak mau dipecat dari pekerjaan mereka oleh karena tuan mereka mendapati kambing dombanya kurus-kurus karena kurang makan dan minum.
Perilaku ini tentu menimbulkan kegelisahan di antara para majikan, lebih-lebih Abram. Sebagai paman dan tentunya lebih tua, ia tidak mau bermasalah dengan kemenakannya sendiri. Di sisi lain Lot pun demikian. Sebagai kemenakan ia menghormati pamannya seperti ayahnya sendiri; ia segan karena Abram telah mengasuh dan merawatnya. Di sinilah letak kebijaksanaan Abram dan Lot. Mereka benar-benar tahu menempatkan diri dan sadar pada statusnya masing-masing.   
Jalan keluar yang dipilih adalah mereka harus memisahkan diri. Inilah jalan yang terbaik. Ibarat seorang anak yang berkeluarga bermaksud untuk berpisah dari orang tua dan mertuanya. Maka demikianlah Abram dan Lot bersepakat untuk berpisah demi kebaikan masing-masing. Berpisah untuk masa depan yang lebih baik.
Kisah selanjutnya kemudian menentukan sikap Abram sebagai bapa orang beriman, yang telah lama mengecap asam garam kehidupan. Di sisi lain, sikap Lot yang memilih dataran rendah di pinggiran sungai Yordan tanpa memperhatikan faktor sosial kemasyarakatan sekitar, mencerminkan sikap seorang muda yang mudah sekali terpukau oleh pandangan mata. Abram tahu bahwa tempat yang dipilih Lot merupakan tempat tersubur di wilayah itu. Tapi sebagai orang yang lebih berpengalaman, Abram mendahulukan pilihan kemenakannya.
Jika mencermatinya, maka perhitungan yang dikenakan Lot berdasar pada tanah yang subur, banyak airnya. Akan tetapi Lot lupa, bahwa tanah yang seperti itu diinginkan oleh banyak orang. Hal tersebut dapat saja menimbulkan perselisihan bahkan perang. Hal ini jelas nyata pada perikop selanjutnya tentang peperangan para raja sekitar Yordan, yang juga berdampak pada ditawannya Lot. Sedangkan Abram memilih jalur lain. Ia memilih tanah padang yang kurang subur. Perhitungannya, di samping ia bebas mengembangbiakkan ternak-ternaknya, ia tidak akan diganggu oleh pihak lain yang juga menginginkan tanah tersebut. Jika Lot akan berhadapan dengan manusia yang juga menginginkan tanah yang sama, maka Abraham hanya akan berhadapan dengan tanah yang kurang subur. Kemungkinan resiko pekerjaan dan persaingan sangat kecil dimiliki oleh Abram dibanding Lot.
Tambahan lagi, di dataran Yordan bercampur segala macam bangsa dengan budaya dan agama juga kepercayaan yang dapat saja menggoyahkan iman seseorang. Dapat dibayangkan pua bagaimana Lot harus bertahan di tengah-tengah lingkungan orang yang tidak mengenal TUHAN, Allah mereka. Sedangkan Abram, tidak akan banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dapat menggoncang imannya. Perhitungan yang dimiliki Abram sangatlah matang.
Kita belajar dari peristiwa yang dialami Abram dan Lot. Kita belajar dari Lot, tentang seorang yang mudah sekali terpukau dengan sesuatu hal yang tampaknya begitu indah dipandang mata tapi sebenarnya dapat menjebak dan menjerumuskannya dalam masalah dan lebih lagi menjauhkannya dari Tuhan. Istilahnya, kelihatan berhasil lebih dulu, tapi gagal di kemudian hari. Kita tentu tahu bagaimana Lot kehilangan semua harta bendanya karena Tuhan memunahkan Sodom dan Gomora.
Kita juga belajar dari Abram, seorang yang penuh perhitungan dalam menentukan masa depannya. Ia memperhitungkan resiko kerugian pekerjaannya. Ia juga memperhitungkan hambatan yang akan dialaminya. Tentu saja sambil melihat dan memanfaatkan peluang yang terbuka lebar di depannya. Ini yang disebut dengan analisis K2PA (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman) atau SWOT dalam bahasa Inggrisnya. Artinya: seberapa besar kekuatan yang dimilikinya, apa kelemahan-kelemahan hal yang akan dilakukannya, apa peluang atau kesempatan yang terbuka di depannya, dan seberapa besar ancaman yang akan menimpanya.
Analisis ini penting untuk menentukan keberhasilan suatu pekerjaan. Jika kekuatan dan peluangnya lebih besar dari kelemahan dan ancamannya, maka kemungkinan berhasil akan terbuka lebar. Jika kelemahan dan ancamannya lebih besar dari kekuatan dan peluangnya, maka resiko gagal akan lebih besar. Jika berimbang, maka membutuhkan kepandaian dan hikmat untuk menentukan arah dan masa depan pekerjaan. Dalam hal ini Abram berhasil karena ia tahu apa kekuatan dan peluang usahanya, dan ia memperhitungkan kelemahan dan ancaman yang dihadapinya.
Oleh karena itu, mari kita berpikir dan berbuat sesuatu dengan terlebih dahulu memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan K2PA tadi. Ini penting, bukan hanya untuk menjamin masa depan kita, tetapi masa depan anak dan cucu kita. Dengan demikian akan berlakulah Firman Tuhan, “…dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya…” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar