Bacaan : Kejadian
9:18-28
Bacaan
yang kita baca pada saat ini merupakan cerita para lelaki. Cerita antara Nuh
dan anak-anaknya, yakni Sem, Ham dan Yafet. Cerita ini unik karena menampilkan
perilaku sang ayah di hadapan anak-anaknya dan perlakuan anak-anak terhadap
ayahnya.
Mari kita pelajari langkah
demi langkah bagian Alkitab ini!
Cerita ini
terjadi tak lama setelah air bah surut. Yang selamat dari bahtera adalah Nuh
dan istrinya, juga anak-anak Nuh bersama dengan istri mereka masing-masing.
Jadi seluruhnya ada delapan orang yang selamat dari hukuman yang Allah timpakan
kepada manusia. Mereka inilah yang kemudian beranak pinak dan memenuhi bumi
ini.
Dikatakan
bahwa pekerjaan Nuh setelah air bah adalah bertani. Tanaman yang digarapnya
adalah anggur. Dialah yang pertama kali membuat kebun anggur di bumi ini. Sebagai
seorang pekebun anggur, tentu saja Nuh mengusahakan dengan baik apa yang
menjadi pekerjaannya itu. Dari kisah yang terjadi selanjutnya, dapat dipastikan
bahwa kebun anggur milik Nuh tentu berhasil dengan baik.
Oleh karena
hasil yang baik itulah, kini Nuh menikmati anggur hasil kebunnya. Ia minum
anggur. Tentu saja seorang yang minum anggur makin lama makin merasa enak. Apapun
itu, jika jumlahnya melebihi porsi yang seharusnya maka hal itu akan
menimbulkan masalah. Nuh kelebihan minum anggur sehingga ia menjadi mabuk.
Karena kelewat mabuk, Nuh lupa diri sampai-sampai ia menjadi telanjang bulat,
sebab dikatakan aurat atau kemaluannya kelihatan. Jadi dapat kita bayangkan
bagaimana situasi mabuknya Nuh sampai ia telanjang bulat dan tidak mempedulikan
keadaan di sekitarnya.
Yang menarik,
Nuh dikatakan mabuk dan telanjang di dalam kemahnya. Sebenarnya kemah pada
waktu itu adalah kemah yang tertutup. Akan tetapi dalam bacaan ini dikatakan
bahwa Ham melihat ayahnya mabuk sambil telanjang. Itu berarti bahwa ketika
peristiwa itu terjadi, Nuh tidak menutup kemahnya. Nah, kelihatanlah apa yang
seharusnya tidak boleh dilihat orang lain.
Seperti
budaya Pamona dahulu, seorang anak tidak diperkenankan untuk masuk ke dalam
tempat petiduran orang tuanya, demikian pula budaya orang Israel yang juga
tidak mengizinkan seorang masuk ke dalam tempat petiduran termasuk anaknya
sendiri. Ini adalah bentuk penghormatan anak terhadap orang tuanya. Seseorang
akan dianggap bersalah jika masuk ke petiduran orang tuanya tanpa izin terlebih
dahulu.
Rupanya
tindakan dari Nuh di dalam kemahnya menarik perhatian dari Ham. Sehingga ia
melihat ke dalam kemah ayahnya. Kemudian setelah itu ia memberitahukan hal
tersebut kepada kedua saudaranya, Sem dan Yafet. Kata “memberitahukan” dalam
hal ini diterjemahkan dari kata Ibrani nagad
yang berarti memberitahukan dengan nada mengolok-olok. Jadi dalam hal ini
Ham memberitahukan kepada kakak dan adiknya mengenai perilaku ayahnya yang
memalukan tersebut.
Kedua saudaranya
itu kemudian mengambil inisiatif untuk menyelamatkan “muka” ayahnya. Tentu saja
menyelamatkan dari penglihatan para menantunya, yakni istri-istri dari ketiga
anaknya. Tidak menutup kemungkinan pula bahwa apa yang diberitahukan oleh Ham
itu didengar oleh istri dan ipar-iparnya. Dapat dibayangkan sebenarnya rasa
malu yang menyelimuti Nuh jika dia mengetahui hal tersebut. Namun apa daya,
mabuknya telah membuat ia lupa segalanya.
Setelah
sadar, barulah Nuh merasa “ditelanjangi” kembali oleh Ham, anaknya. Tentu saja
hal itu diketahuinya setelah mendengar cerita entahkah dari istrinya,
anak-anaknya atau para menantunya. Bukan main malunya Nuh. Sebagai orang tua,
ia merasa telah didurhakai oleh anaknya sendiri. Maka cerita ini kemudian ditutup
dengan kutukan Nuh terhadap Ham dan pemberkatatan Sem dan Yafet.
Jika kita
mencermati cerita ini, maka beberapa hal yang dapat kita pelajari adalah:
Pertama, sebagai seorang yang sudah tua, juga sebagai suami dari
istrinya, ayah dari anak-anaknya dan mertua dari pada menantunya, tindakan Nuh
yang mabuk sampai menjadi telanjang sungguh tidak dapat diteladani. Tindakan
yang dilakukannya jelas memalukan dan menjatuhkan martabatnya sebagai orang
yang sebelumnya dikenal sebagai seorang yang benar dan tidak bercela di antara
orang sezamannya (Kej. 6:9).
Kedua, tindakan Ham yang mengolok-olok ayahnya dan menceritakan hal
tersebut kepada saudara-saudaranya, jelaslah merupaan tindakan yang tidak
terpuji. Tidak mencerminkan etika kesopanan anak terhadap orang tuanya.
Ketiga, tindakan langsung dari Nuh dengan mengutuk anaknya bukanlah
tindakan bijak sebagai seorang ayah. Kutukan ini jelas disebabkan oleh
kemarahan yang tidak terkontrol dari Nuh karena perasaan malu di hadapan
keluarganya. Kutukan yang semestinya tidak keluar, sebab perasaan malu itu pada
dasarnya bersumber dari perilakunya sendiri yang tidak dapat diteladani.
Keempat, tindakan dari Sem dan Yafet merupakan tindakan yang paling
bijaksana. Sebagai anak-anak, mereka berupaya agar nama baik keluarga merea
tetap diutamakan dengan segera mencegah agar supaya ayahnya tidak menjadi bahan
olok-olok di hadapan istri mereka masing-masing.
Mencermati
bacaan kita ini marilah kita bersama-sama sebagai lelaki yang bersikap
selayaknya lelaki, belajar dari Nuh dan juga belajar dari Ham, terlebih belajar
dari Sem dan Yafet. Dalam hal ini perilaku bodoh yang kita buat dapat membuat
kita menjadi lupa diri dan tentu saja membuat kita akan menjadi malu pada
akhirnya nanti. Kita juga hendaknya belajar dari Ham, agar supaya kita tidak
bertindak seperti dirinya yang malah mengolok-olok ayahnya. Dalam hal ini. Mari
kita belajar mengikuti perilaku Sem dan Yafet yang tahu menempatkan diri
sebagai seorang anak dari ayahnya dan suami dari istri mereka masing-masing.
Tindakan yang sungguh sangat bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar