Minggu, 02 Oktober 2011

Renungan Tokoh Alkitab Untuk Pria: NUH DAN ANAK-ANAKNYA

Bacaan : Kejadian 9:18-28
                Bacaan yang kita baca pada saat ini merupakan cerita para lelaki. Cerita antara Nuh dan anak-anaknya, yakni Sem, Ham dan Yafet. Cerita ini unik karena menampilkan perilaku sang ayah di hadapan anak-anaknya dan perlakuan anak-anak terhadap ayahnya.
Mari kita pelajari langkah demi langkah bagian Alkitab ini!
Cerita ini terjadi tak lama setelah air bah surut. Yang selamat dari bahtera adalah Nuh dan istrinya, juga anak-anak Nuh bersama dengan istri mereka masing-masing. Jadi seluruhnya ada delapan orang yang selamat dari hukuman yang Allah timpakan kepada manusia. Mereka inilah yang kemudian beranak pinak dan memenuhi bumi ini.
Dikatakan bahwa pekerjaan Nuh setelah air bah adalah bertani. Tanaman yang digarapnya adalah anggur. Dialah yang pertama kali membuat kebun anggur di bumi ini. Sebagai seorang pekebun anggur, tentu saja Nuh mengusahakan dengan baik apa yang menjadi pekerjaannya itu. Dari kisah yang terjadi selanjutnya, dapat dipastikan bahwa kebun anggur milik Nuh tentu berhasil dengan baik.
Oleh karena hasil yang baik itulah, kini Nuh menikmati anggur hasil kebunnya. Ia minum anggur. Tentu saja seorang yang minum anggur makin lama makin merasa enak. Apapun itu, jika jumlahnya melebihi porsi yang seharusnya maka hal itu akan menimbulkan masalah. Nuh kelebihan minum anggur sehingga ia menjadi mabuk. Karena kelewat mabuk, Nuh lupa diri sampai-sampai ia menjadi telanjang bulat, sebab dikatakan aurat atau kemaluannya kelihatan. Jadi dapat kita bayangkan bagaimana situasi mabuknya Nuh sampai ia telanjang bulat dan tidak mempedulikan keadaan di sekitarnya.
Yang menarik, Nuh dikatakan mabuk dan telanjang di dalam kemahnya. Sebenarnya kemah pada waktu itu adalah kemah yang tertutup. Akan tetapi dalam bacaan ini dikatakan bahwa Ham melihat ayahnya mabuk sambil telanjang. Itu berarti bahwa ketika peristiwa itu terjadi, Nuh tidak menutup kemahnya. Nah, kelihatanlah apa yang seharusnya tidak boleh dilihat orang lain.
Seperti budaya Pamona dahulu, seorang anak tidak diperkenankan untuk masuk ke dalam tempat petiduran orang tuanya, demikian pula budaya orang Israel yang juga tidak mengizinkan seorang masuk ke dalam tempat petiduran termasuk anaknya sendiri. Ini adalah bentuk penghormatan anak terhadap orang tuanya. Seseorang akan dianggap bersalah jika masuk ke petiduran orang tuanya tanpa izin terlebih dahulu.
Rupanya tindakan dari Nuh di dalam kemahnya menarik perhatian dari Ham. Sehingga ia melihat ke dalam kemah ayahnya. Kemudian setelah itu ia memberitahukan hal tersebut kepada kedua saudaranya, Sem dan Yafet. Kata “memberitahukan” dalam hal ini diterjemahkan dari kata Ibrani nagad yang berarti memberitahukan dengan nada mengolok-olok. Jadi dalam hal ini Ham memberitahukan kepada kakak dan adiknya mengenai perilaku ayahnya yang memalukan tersebut.  
Kedua saudaranya itu kemudian mengambil inisiatif untuk menyelamatkan “muka” ayahnya. Tentu saja menyelamatkan dari penglihatan para menantunya, yakni istri-istri dari ketiga anaknya. Tidak menutup kemungkinan pula bahwa apa yang diberitahukan oleh Ham itu didengar oleh istri dan ipar-iparnya. Dapat dibayangkan sebenarnya rasa malu yang menyelimuti Nuh jika dia mengetahui hal tersebut. Namun apa daya, mabuknya telah membuat ia lupa segalanya.
Setelah sadar, barulah Nuh merasa “ditelanjangi” kembali oleh Ham, anaknya. Tentu saja hal itu diketahuinya setelah mendengar cerita entahkah dari istrinya, anak-anaknya atau para menantunya. Bukan main malunya Nuh. Sebagai orang tua, ia merasa telah didurhakai oleh anaknya sendiri. Maka cerita ini kemudian ditutup dengan kutukan Nuh terhadap Ham dan pemberkatatan Sem dan Yafet.
Jika kita mencermati cerita ini, maka beberapa hal yang dapat kita pelajari adalah:
Pertama, sebagai seorang yang sudah tua, juga sebagai suami dari istrinya, ayah dari anak-anaknya dan mertua dari pada menantunya, tindakan Nuh yang mabuk sampai menjadi telanjang sungguh tidak dapat diteladani. Tindakan yang dilakukannya jelas memalukan dan menjatuhkan martabatnya sebagai orang yang sebelumnya dikenal sebagai seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang sezamannya (Kej. 6:9).
Kedua, tindakan Ham yang mengolok-olok ayahnya dan menceritakan hal tersebut kepada saudara-saudaranya, jelaslah merupaan tindakan yang tidak terpuji. Tidak mencerminkan etika kesopanan anak terhadap orang tuanya.
Ketiga, tindakan langsung dari Nuh dengan mengutuk anaknya bukanlah tindakan bijak sebagai seorang ayah. Kutukan ini jelas disebabkan oleh kemarahan yang tidak terkontrol dari Nuh karena perasaan malu di hadapan keluarganya. Kutukan yang semestinya tidak keluar, sebab perasaan malu itu pada dasarnya bersumber dari perilakunya sendiri yang tidak dapat diteladani.
Keempat, tindakan dari Sem dan Yafet merupakan tindakan yang paling bijaksana. Sebagai anak-anak, mereka berupaya agar nama baik keluarga merea tetap diutamakan dengan segera mencegah agar supaya ayahnya tidak menjadi bahan olok-olok di hadapan istri mereka masing-masing.
                Mencermati bacaan kita ini marilah kita bersama-sama sebagai lelaki yang bersikap selayaknya lelaki, belajar dari Nuh dan juga belajar dari Ham, terlebih belajar dari Sem dan Yafet. Dalam hal ini perilaku bodoh yang kita buat dapat membuat kita menjadi lupa diri dan tentu saja membuat kita akan menjadi malu pada akhirnya nanti. Kita juga hendaknya belajar dari Ham, agar supaya kita tidak bertindak seperti dirinya yang malah mengolok-olok ayahnya. Dalam hal ini. Mari kita belajar mengikuti perilaku Sem dan Yafet yang tahu menempatkan diri sebagai seorang anak dari ayahnya dan suami dari istri mereka masing-masing. Tindakan yang sungguh sangat bijaksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar