BACAAN: Yosua
7:10-15
Perikop
Yosua 7 ini mengisahkan tentang kekalahan bangsa Israel ketika mereka berperang
melawan bangsa Ai. Penyebabnya nampak sangat sederhana tetapi ternyata menyebabkan
suatu musibah yang besar. Ibarat nila setitik merusak susu sebelanga. Karena
dosa Akhan maka kalahlah bangsa Israel melawan Ai yang menyebabkan tiga puluh
enam orang tewas dan Israel lari terbirit-birit. Mereka tidak menyangka akan
kalah secara memalukan dari suatu bangsa yang kalah jauh jumlahnya dari mereka.
Sebenarnya siapa Akhan?
Dia adalah seorang yang berasal
dari suku Yehuda. Kakek buyutnya, yakni Zerah merupakan saudara kembar Peres,
anak-anak dari Yehuda dan Tamar. Melihat sejarah keluarga ini, tidak pernah
mereka tersangkut kasus-kasus pidana korupsi. Tidak ada riwayat seperti itu.
Bahkan dapat dikatakan pula bahwa menilik dari sisi ekonomi, keturunan Yehuda
merupakan keturunan yang dapat dikatakan tidak kaya dan tidak juga miskin. Maksudnya
adalah berada dalam kalangan ekonomi menengah.
Ternyata yang terjadi adalah
Akhan mengambil atau menjarah barang yang sebenarnya bukan menjadi miliknya.
Barang-barang itu adalah jubah indah, 200 syikal perak dan 50 syikal emas.
Kalau dirata-ratakan dalam situasi kita bahwa satu syikal berjumlah 11,4 gram,
maka itu berarti: 1) perak yang diambil sejumlah 2.280 gram atau sama dengan
2,28 kilogram, dan: 2) emas yang diambil senilai 570 gram atau sama dengan emas
0,57 kilogram. Jika diuangkan maka perak yang kira-kira harganya Rp.
200.000,-/gramnya menjadi Rp. 456.000.000 (empat ratus lima puluh enam juta
rupiah); sedangkan emas yang diambil jika yang harganya Rp. 350.000,-/gram
menjadi Rp. 199.500.000 (seratus Sembilan puluh sembilan juta lima ratus ribu
rupiah). Total semua yang diambil di luar pakaian indah itu adalah Rp.
655.500.000 (enam ratus lima puluh lima juta lima ratus ribu rupiah). Ini suatu
jumlah yang masih terhitung kecil dibanding uang yang dikorupsi oleh Gayus
Tambunan. Jika membandingkan hukuman yang diterima, maka hukuman Akhan setara
dengan hukuman untuk para teroris, yakni hukuman mati.
Mengapa sampai Tuhan berbuat
demikian? Masalah utamanya sebenarnya bukanlah terletak pada nilai uang
tersebut. Tapi terletak pada hal yang paling mendasar dari seseorang, seperti
Akhan, yakni keinginan. Kata yang
sama digunakan juga dalam kitab Kejadian, ketika Hawa menginginkan buah pohon
pengetahuan yang baik dan yang jahat.
Ini penting sebab kecenderungan
manusia adalah “selalu ingin”; ingin
ini dan ingin itu: diberi kaki, ingin sepeda; diberi sepeda, ingin motor;
diberi motor, ingin mobil; diberi mobil, ingin pesawat; dan seterusnya. Oleh
karena “selalu ingin” maka manusia
selalu berupaya mengejar dan mencari apa yang diingininya. Entahkah dengan cara
yang baik atau pun tidak baik. Seorang yang berlomba untuk memiliki ini dan
itu, karena keinginan. Seorang pria yang bekerja dengan memeras tenaga, itu
karena keinginan. Seorang yang mencuri, itu karena keinginannya; seorang yang
berselingkuh, itu karena keinginannya. Betapa penting dan sekaligus
berbahayanya keinginan itu.
Apa yang salah dengan keinginan?
Tidak ada. Yang sebenarnya Tuhan mau dalam hidup manusia adalah agar umat-Nya
tahu mengekang keinginannya. Karena itu tidaklah mengherankan apabila Tuhan
juga mengatur manusia melalui hukum-Nya yang ke sepuluh: jangan mengingini.
Peristiwa Akhan menjadi tanda awas bagi kita, agar supaya
kita tidak main-main dengan “keinginan” itu. Sebagai kepala keluarga, suami,
ayah, kakek, paman dan apapun jabatan kita, kita diharapkan dapat memimpin baik
diri kita maupun keluarga. Memimpin agar keinginan kita, keinginan istri,
keinginan anak, keinginan cucu, keinginan keponakan, - itu dapat terkontrol.
Supaya pula keinginan yang tidak terkontrol itu tidak menyebabkan kita menjadi
berdosa sehingga menimbulkan kekejian bagi Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar