Bacaan : Kisah Para Rasul 3:1-10
“Mas perak ku tak punya, apa yang ada kan
kub’ri: dalam Nama Tuhan Yesus, bangkit dan berjalanlah… ” Masih ingatkah
kita akan penggalan lagu Sekolah Minggu itu? Ini adalah ucapan Petrus yang
ditujukan kepada seorang yang lumpuh sebagaimana bacaan kita ini. Dalam hal ini
kita tidak akan membahas hal yang sudah sering dibicarakan, yakni bagaimana
Petrus membuat mujizat penyembuhan. Ita akan melihat sisi lain yang tak kalah
penting dari mujizat tersebut.
Jika kita perhatikan jalannya kisah yang kita baca
ini, akan ditemukan suatu yang yang sedang bertolak belakang: Gerbang Indah dan
Si Lumpuh. Istilah indah yang dalam
bahasa Yunaninya adalah horaios, sebenarnya
menunjuk pada keadaan tubuh manusia. Dapat diterjemahkan dengan istilah gagah,
cantik, indah, atau menakjubkan. Situasi dan kondisi ini berbanding terbalik
dengan seorang yang duduk di dekat pintu gerbang tersebut, yakni seorang yang
lumpuh.
Betapa banyaknya orang yang lalu lalang di gerbang
itu, adakah yang melihatnya? Tentu saja ada karena si lumpuh memanggil-manggil
orang yang lewat untuk meminta sedekah. Namun mereka tidak mempedulikannya. Hal
ini berkaitan dengan pandangan umum orang-orang pada waktu itu, yakni mereka
yang lumpuh sejak lahirnya adalah hukuman Allah atas dosa manusia dan siapa
saja yang bersentuhan dengannya akan menjadi najis. Karena itu mereka yang
lumpuh ditempatkan dalam kelas masyarakat yang terendah, yang mungkin juga
tidak memiliki kelas sebab kedudukan mereka sejajar dengan para pelacur. Ah,
sungguh sial nasibnya: sudah lumpuh, dianggap sampah masyarakat lagi!
Waktu Petrus dan Yohanes lewat, jam menunjukkan pukul
tiga petang. Ini adalah waktu yang ditentukan oleh agama Yahudi waktu itu untuk
bersembahyang. Jadi dapat kita bayangkan lebih banyak orang yang lewat pada jam
itu. Petrus dan Yohanes berjumpa dengannya. Ia tidak berkata apa-apa; ia hanya
menatap Petrus; tatapan yang mengharapkan sesuatu. Situasi ini tentu
mengingatkan Petrus dan Yohanes ketika mereka masih bersama dengan Guru mereka
ketika menghadapi situasi yang sama, yakni orang buta sejak lahir (Yoh. 9).
Orang seperti itu merupakan sarana agar pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan
oleh rasa kepedulian kita. Guru telah mengajar agar peka terhadap orang lain
yang menderita.
Didikan Sang Guru membekas di hati murid-murid-Nya.
Petrus menatapnya, mengulurkan tangannya dan menyembuhkannya setelah ia memiliki
kuasa dari Roh Kudus sebagaimana janji Sang Guru. Dua hal yang Petrus lawan
dari kebiasaan orang pada zamannya: mempedulikan dan menyentuhnya. Di saat
orang tidak peduli dan menganggap sentuhan dengan mereka adalah najis, Petrus
malah mempedulikan si Lumpuh dan menyentuhnya sebagai bukti bahwa ia peduli
dengannya. Sekali lagi kita dapat melihat, bahwa Petrus mengutamakan orang yang
membutuhkan pertolongan dibanding ketentuan-ketentuan agama yang malah
membuatnya tidak bisa menolong orang lain. Sungguh, ajaran Sang Guru sangat
membekas di akal dan budinya.
Bagaimana dengan kita? Kita yang mengaku Kristen (christianoi: Pengikut Kristus) telah
dikarunia oleh Roh sebagaimana janji Sang Guru Agung. Kita pun sedang
menghayati minggu Trinitatis yang berarti bahwa karya Allah yang mewujudkan
diri dalam Bapa, Anak dan Roh Kudus telah genap. Kita telah dipilih untuk
membuat pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan dalam diri mereka yang menderita
dan karenanya tersisih dari masyarakat. Oleh karena itu, karakter orang yang
telah diurapi oleh Roh Kudus adalah karakter yang peduli terhadap orang lain,
bahkan sampah masyarakat sekalipun.
terimaa kasih pak pendeta untuk khotbah2nya serta artikel yang sangat membangun iman. ijin share ya pak.. selamat melayani Tuhan Yesus... Tuhan selalu berkati.. Shalom
BalasHapus