Minggu, 02 Oktober 2011

Bahan Khotbah: SAKSI KEBANGKITAN YESUS

Bacaan                  : Lukas 24:36-49
Ayat Nas              : Ayat 48
                 
Kajian Naskah
                Bacaan ini berada setelah kisah penampakan di jalan ke Emaus. Dalam kisah di jalan sampai ke Emaus itu, Yesus menampakkan diri kepada dua orang murid-Nya. Peristiwa itu tentu mengejutkan sekaligus menguatkan keyakinan para murid bahwa Yesus bahwa Guru mereka telah bangkit. Suasana bingung dan bertanya-tanya tentu menyelimuti sebagian besar murid oleh karena mereka belum mengalami secara langsung peristiwa yang terjadi atas kedua teman mereka.
                Kini ketika mereka sedang membicarakan hal mengejutkan itu, Yesus tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka dan mengucapkan salam, “Damai sejahtera bagi kamu!” Inilah ucapan salam yang mengharapkan agar yang diberi salam itu merasa tenang, aman, nyaman dan makmur, sebagaimana maksud dari kata damai sejahtera (Yun. eirene). Harapan akan hal tersebut ternyata malah berbanding terbaik. Para murid ternyata menjadi terkejut dan takut: apakah ini hantu? Mereka menjadi bingung juga ragu tentang kenyataan di hadapan mereka.
                Melihat keadaan yang kurang nyaman itu, Yesus kemudian meyakinkan mereka bahwa Dialah itu. Pada dasarnya sikap bertanya-tanya dengan penuh keraguan di kalangan para murid itu mencerminkan sikap orang Kristen yang menjadi alamat penerima Injil Lukas. Keragu-raguan, yang dalam bahasa Yunaninya menggunakan kata dialogismos, sebenarnya menunjukkan sikap yang mempertanyakan kebenaran sesuatu. Dalam hal ini mereka mempertanyakan apakah Yesus benar-benar bangkit; apakah sas sus yang berkembang itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ini sekaligus menggugat intisari iman Kristen yang berdasar pada keyakinan Yesus yang bangkit.
                Keraguan para murid tersebut dijawab oleh Yesus dengan membuktikan kebangkitan-Nya, yakni pertama, tangan dan kakinya yang berbekas paku dan tubuh yang berdaging dan bertulang. Dalam budaya pada waktu itu ada keyakinan bahwa yang namanya hantu, pasti tidak memiliki daging dan tulang; hanya berupa bayangan saja. Dalam budaya timur, ada kepercayaan bahwa hantu tidak menjejakkan kakinya di tanah. Dapat saja pada waktu itu Yesus menjejakkan kakinya di tanah untuk menguatkan bukti bahwa tubuhnya yang bangkit itu bukanlah hantu.  
Kedua, Yesus membuktikannya dengan makan sepotong ikan goreng. Hantu tentu saja tidak melakukan aktivitas itu, seperti halnya manusia.
                Kedua hal inilah yang secara kasat mata membuktikan peristiwa ajaib yang luar biasa tentang kebangkitan Yesus itu. Namun di atas semuanya itu ada suatu karya besar yang sedang terjadi, yakni penggenapan nubuat kitab suci tentang Mesias yang berkarya untuk mengampuni dosa manusia. Ditegaskan bahwa dalam nama-Nya berita tentang pertobatan (Yun. metanoia) dan pengampunan dosa (Yun. aphesis) harus disampaikan kepada semua orang. Istilah metanoia pada dasarnya berarti perubahan seantero akal dan budi dari yang salah kepada yang baik. Sedangkan istilah aphesis merupakan suatu kata yang diambil dari dunia pemasyarakatan, tatkala seorang tahanan mendapat pengampunan (remisi). Dengan demikian esensi yang paling utama dari kebangkitan Yesus bukan hanya terpaku pada tubuh yang bertulang daging atau makan saja atau pula kubur yang kosong.
                Bukti selanjutnya dari kebangkitan Yesus adalah para pengikutnya yang diharapkan dapat menjadi saksi peristiwa itu. Istilah saksi menggunakan kata martus yang berpadanan dengan kata martir. Jadi dalam hal ini bukanlah saksi dusta atau rekayasa, tetapi saksi yang benar-benar rela mempertahankan kebenaran kesaksiannya itu di hadapan semua orang. Keterangan inilah yang membuat inti iman Kristen itu tetap dipegang oleh semua orang Kristen di dunia ini.


Analisis Sosial
                Bukti yang paling nyata dari kebangkitan Yesus adalah orang Kristen di segala tempat dan sepanjang zaman. Siapapun dia yang menjadi Kristen (pengikut Kristus) berada pada suatu keharusan iman, yakni bersaksi tentang Yesus dan kebangkitan-Nya. Karena itu, orang Kristen merupakan saksi hidup dari suatu peristiwa pada masa silam.
Ini adalah suatu hal yang unik. Kekristenan merupakan suatu situasi di mana intisari imannya diturunalihkan dari generasi yang satu ke generasi sesudahnya. Hal itulah yang selalu dilanjut-lanjutkan sehingga iman Kristen dapat bertahan kurang lebih dua ribu tahun.
Dalam perjalanan sejarahnya, keyakinan iman ini digempur oleh berbagai hal baik dari luar maupun dari dalam kehidupan komunitas Kristen. Dari luar, berbagai tantangan yang menghadang oleh sebab kemajuan teknologi informasi dan transportasi mengakibatkan mudahnya berbagai ajaran-ajaran baik berupa bidat ataupun agama-agama baru merasuk dalam hidup berjemaat dengan tujuan untuk menggoyahkan iman umat. Di lain pihak, tantangan yang lebih besar sebenarnya dibawa oleh arus modernisme yang mengarahkan manusia untuk hidup semakin individualistis dan tidak memerlukan pihak lain. Kehidupan dalam komunitas lambat laun menjadi dianggap sebagai suatu slogan yang hanya dimiliki oleh kaum lemah.  
Dari dalam, sikap keragu-raguan dari sebagian umat membuat iman dalam dirinya semakin lama semakin lemah. Kemudian ia didorong untuk lebih mengikuti kehendak dunia ini dan berkompromi dengan gaya hidup modern tadi. Ia menjadi malas ke persekutuan ibadah, sebab hal itu dianggap membuang waktu, tenaga dan dananya. Kaum muda cenderung mengkompromikan imannya dengan cinta eros maupun gemerlapnya tawaran hedonisme (Yun. hedone: kenikmatan).

Penerapannya  
                Gejala-gejala kemasyarakatan merupakan tantangan iman dewasa ini. Kita harus tanggap menghadapi derasnya arus modern yang menerjang kita. Sesuatu bisa nampak manis tapi sesungguhnya mengandung racun yang membunuh pelan-pelan seluruh sendi-sendi kehidupan umat. Karena itu diperlukan kejernihan pikiran dan hikmat untuk membedakan segala sesuatunya. Ibarat pepatah pahit jangan langsung dimuntahkan dan manis jangan langsung ditelan.  Allah telah memberi kita kuasa dari tempat tinggi untuk tetap berpegang pada keyakinan iman pada-Nya.
Tantangan demi tantangan dapat saja datang menghadang. Namun bila benteng iman yang telah dibangun sekian tahun dalam masa hidup setiap pribadi umat kokoh maka tidak akan ada yang dapat menghancurkannya. Berbagai tawaran dunia ini tidak akan menjadi biang keragu-raguan umat apalagi kemudian menyangkali imannya.
Karena itulah diperlukan kerja sama banyak pihak dalam rangka pemeliharaan iman. Ini bukan hanya tugas pendeta, penatua, diaken atau guru-guru agama saja. Ini juga merupakan tugas setiap orang Kristen dalam hubungannya dengan sesama Kristen lain. Iman dapat menjadi konsumsi tiap-tiap orang; urusannya pribadi. Akan tetapi iman juga dapat bertumbuh subur jika berada dalam suatu kehidupan bersama dengan orang lain dalam imannya. 

2 komentar: