Bacaan: Kisah Para
Rasul 1:6-11
Ada sebuah cerita:
Ketika Yesus kembali ke sorga setelah wafat dan
kebangkitan-Nya, malaikat Gabriel terkejut karena Yesus kembali begitu cepat.
Tiga puluh tiga tahun di bumi bukanlah waktu yang lama.
“kok cepat pulang?”
tanya Gabriel kepada Yesus.
“Ya, maunya ya
tinggal di sana lebih lama tetapi mereka menyalibkanKu” jawab Yesus.
“Oh, jadi mereka
menyalibkan Anda?” tanya Gabriel. “Apa
ini sama saja artinya Anda telah gagal?”
“Tidak juga”
jawab Yesus. “Kamu tahu Aku telah membuat
sebuah kelompok kecil yang terdiri dari beberapa orang murid. Mereka yang
sekarang melakukan pekerjaan-Ku. ”
“Tetapi bagaimana
seandainya mereka gagal?” tanya Gabriel.
“Aku tidak punya
rencana lain,” jawab Yesus. “Tetapi
Aku berjanji kepada mereka bahwa Aku akan memberikan mereka RohKu untuk menjadi
saksiKu”
Dapat dikatakan bahwa semua orang terkejut. Cepat
sekali kematian menjemput Yesus. Usia 33 tahun merupakan usia yang sedang
menuju tahap kematangan dan berada hampir pada situasi mapan. Cerita tadi
mengisyaratkan keterkejutan Gabriel. Bacaan kita pun mengisyaratkan kekuatiran
para murid. Guru mereka mau pergi untuk meninggalkan mereka. Ah, sepertinya terlalu
cepat waktu berlalu. Hanya tiga tahun bersamaNya. Kini Dia akan pergi.
Para murid bingung. Apa yang harus mereka perbuat?
Bahkan lebih jauh lagi mereka bertanya “apakah
Yesus mau memulihkan Israel?” Pertanyaan ini muncul mengingat ketika itu
bangsa Israel sedang dijajah oleh Kekaisaran Romawi. Tentu sebagai orang Israel
para murid menghendaki agar mereka bebas secara politik. Merdeka.
Ternyata Yesus memiliki maksud lain. Ia tidak sedang
menghendaki suatu cita-cita politik yang bermaksud untuk guling mengguling
kekuasaan. Ia tidak mau murid-murid pun terjebak pada situasi tersebut. Pesan dan janji-Nya singkat dan jelas: mereka akan
menerima kuasa oleh Roh Kudus, dan mereka akan menjadi saksi-Nya. Ada tiga kata
kunci: kuasa, Roh, dan saksi.
Istilah kuasa dalam
bahasa Yunani yang dipakai pada bagian ini adalah dunamis. Istilah ini dalam maksud biasa berarti kekuatan,
kemampuan, sumber daya; dalam arti yang lebih meningkat berarti kekuatan untuk
menggerakkan sesuatu atau manusia; dan dalam arti yang lebih tinggi berarti
kekuataan moral dan kecerdasan jiwa. Jadi, yang paling utama, kuasa bukan hanya
menunjuk pada kekuatan untuk mempengaruhi orang atau barang, sehingga seseorang
dapat saja dengan mudah menggunakan kekuasaan tersebut. Adalah baik jika melakukannya
dengan maksud baik. Akan tetapi celaka kalau ia menggunakan kekuasaan itu untuk
maksud yang tidak baik, bahkan malah akan merugikan banyak orang.
Kuasa yang
terutama berarti kekuatan moral dan kecerdasan jiwa. Mengapa hal ini penting?
Sebab untuk menjadi saksi Kristus, yang dibutuhkan pertama-tama adalah hati
nurani yang bersih dan gairah hidup yang terarah kepada Yesus. Dengan kata
lain, seorang saksi Kristus yang penuh kuasa oleh Roh memiliki sikap hidup yang
selalu penuh dengan harapan dalam kebersamaannya dengan umat Tuhan yang lain
untuk mencapai tujuan yang mulia. Inilah sikap-sikap yang rendah hati sebagai
pelayan-Nya, peduli terhadap sesama dan bertanggung jawab oleh karena
kabijaksanaan dan kebajikan hatinya.
Dewasa ini
kita dapat melihat bahwa kekuasaan cenderung disalahgunakan oleh karena lebih
mementingkan kepentingan pribadi, kedudukan, maupun uang. Penyalahgunaan yang
bukan hanya melanda kalangan pembesar negara tapi juga mereka yang merasa besar
dalam lingkunga terkecilnya, yakni keluarga. Ayah sering menyalahgunakan
kekuasaan dengan memperlakukan ibu sekehendak hatinya, anak-anak sering berebut
uang atau warisan yang berujung pada pertikaian, dan masih banyak lagi
akibat-akibat yang lain. Karena itu, sebagai orang Kristen, mari kita memohon
agar Roh memampukan kita untuk menjadi saksi Kristus dalam kehidupan kita
setiap hari di manapun kita berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar